Yang Sebenarnya Bisa Disederhanakan
Kau, membuatku tak bisa menggunakan logika. Mengapa? Setiap harinya, paling tidak ada dua orang yang mengijinkanku menyimak kisah mereka. Mungkinkah berlebihan jika dulu kuberharap kau adalah salah satunya?
Bahkan, kini pun kau hanya diam. Apakah hadirku serupa angin lalu bagimu? Atau serupa dengan debu yang diterbangkan angin begitu cepat sehingga jejala retinamu tak sanggup menangkap kilasan kehadiranku?
Akhirnya diri ini merasa terlambat menyadari, ihwal yang sederhana ini memilih rumit sendiri. Seperti pecahan replika yang tercecer dan tak bisa dibentuk lagi. Hanya memahami, tak ada yang berubah. Semesta kembali ke asal mulanya. Begitu juga kita.
Ya, sebelumnya kita benar-benar asing. Dan sekarang pun.
Bahkan, kini pun kau hanya diam. Apakah hadirku serupa angin lalu bagimu? Atau serupa dengan debu yang diterbangkan angin begitu cepat sehingga jejala retinamu tak sanggup menangkap kilasan kehadiranku?
Akhirnya diri ini merasa terlambat menyadari, ihwal yang sederhana ini memilih rumit sendiri. Seperti pecahan replika yang tercecer dan tak bisa dibentuk lagi. Hanya memahami, tak ada yang berubah. Semesta kembali ke asal mulanya. Begitu juga kita.
Ya, sebelumnya kita benar-benar asing. Dan sekarang pun.
Komentar
Posting Komentar