Jaring Laba-Laba di Kepala Dzarwa (2)

Kau tahu? Seminggu ini aku merasa ada sesuatu yang bertengger di kepalaku. Serupa jaring, jaring laba-laba. Ini serius. Setiap menitnya aku merasakan ada yang bergoyang-goyang mengikuti arah hembus angin, dan seringpula seperti kakikaki berbulu yang jumlahnya lebih dari dua berjalan gesit. Kadang merangkak berlahan menyusuri tiap helai rambut dan membuat bergidik. 

Bunda tak percaya, begitu juga dengan Ayah. Hanya Dzary yang sesekali tanya, dan pada akhirnya mengolok-olok saja.

"Biarkan saja beranak pinak, siapa tahu kepalamu bisa dijadikan kebun binatang, Dzarwa!" Ujar Dzary dengan muka dimanis-maniskan.

Dzary selalu begitu. Tapi, tak bisa dibiarkan lagi. Aku harus bisa mengakhiri jaring yang tak terlihat ini. Pada siapa  kalo bukan pada Dzary aku berbagi?

Awalnya, aku merasa kepalaku seperti dihinggapi tudung -semacam ciput dalaman jilbab, namun tudung itu diangkat dan jatuhkan. Sehingga akar-akar rambutku ikut menegang sesaat dan kendur lagi.

"Kamu yakin, ini tidak ada kaitannya dengan apapun? Misalnya PR kimia atau apa?"

Aku menggeleng, Dzary mengangkat satu alisnya, tanda sedang berpikir keras.

"Coba ingat-ingat lagi Dzarwa, atau barangkali ini adzab, karena lidahmu itu mencaci seseorang tanpa kamu sadari?"

Aku melotot, dan menggeleng lagi.

"Tidak mungkin... emmm... ini aneh, Kak."

Dzary merapatkan tubuhnya.

"Aku mulai merasakan ini saat diomeli Ayah. Tidak. Lebih tepatnya saat Ayah selalu mengait-ngaitkan omelannya dengan rumah tanggaku nanti."

"Maksud kamu...." Dzary menangkupkan kedua tangannya menahan tawa.

"Aku sedang tidak bergurau, Kak. Saat itu dengan reflek pertanyaan-pertanyaan tentang pernikahan menyembul dengan sendirinya dan serta merta jaring labalaba tumbuh di kepala. Setelah itu, ada yang menapak, banyak kaki yang berbulu dan berduri."

Dzary menghela napas sejenak, sembari berujar,

"Baiklah.  Sekarang coba tak kau pedulikan pertanyaan-pertanyaan itu."

"Sudah."

"Lantas?"

"Muncul kaki-kaki baru, atas pertanyaan-pertanyaan itu." Aku tak tau lagi harus bagaimana, selain merintih...


"Kak..."

Dzary tercengang, menatapku kasihan.

#bersambung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mamak

Rasa dan Kematiannya

Pada Putaran Waktu