Jaring Laba-Laba di Kepala Dzarwa (6)


2 minggu yang lalu...

Rasa-rasanya aku menjadi bodoh. Meski sebelumnya aku tidaklah pintar. Tapi saat seperti sekarang -neuron otakku melumpuh. Tidak bisa memikirkan apapun.

Tidak hanya orang lain, aku pun merasa asing dengan diriku sendiri. Dengan sekeliling. 

Aku tersesat dalam labirin pikiranku sendiri. 

Kututup buku bersampul bunga krisan itu, dengan sesak yang tiba-tiba menyeruak. Tulisan latin khas milik Dzarwa itu, menggiang di telingaku. Seperti dibacakannya berulang-ulang. Tidak. Lebih mirip teriakan ketidakberdayaan, keterasingan, -tidak ada siapapun yang menopang sandarannya. 

Ini semua harus diakhiri. Meski aku tak tahu dengan apa mengakhirinya. 

Dzarwa baru saja menanyakan tentang perselingkuhan. Bagaimana aku menjawabnya? Bukankah dia menanyakan perasaanku yang tidak ingin kubagi dengannya? 

Kuhirup napas dalam-dalam, mengusir sesak, merapikan gusar. 
"Apa kau benar-benar ingin tahu?" 
Dzarwa mengangguk. 

"Menurutmu, bagaimana jika yang kau tanyakan itu tentang kehidupan Bunda?" Dari cahaya matanya yang meredup Dzarwa tak mampu menyembunyikan kekagetannya. Sementara itu, tubuh Dzary sudah luruh di lantai tepat di bawah aku duduk. 

"Bunda..." bibir  Dzary menganga. 

"Hahaha... Kenapa kalian begitu sungguh-sungguh? Bukankah sekarang ini kita masih membincangkan kemungkinan dan ketidakmungkianan?" kupandangi wajah kedua anakku bergantian. 

Dzarwa menatapku tajam. Kuusap kepalanya dengan hati-hati, supaya laba-laba yang katanya bertengger di kepalanya itu tidak benar-benar hidup dan menggigitku. 

"Dalam hidup, seseorang selalu memiliki alasan dengan apa yang ia lakukan. Bahkan ketika dia tidak memiliki alasan pun, itu merupakan sebuah alasan." 

Dzary tersenyum, sementara Dzarwa mengerutkan dahi.

"Kenapa seseorang masih bertahan dalam hidup yang menyakitkan? Itu inti pertanyaanmu Dzarwa. Tidak sebatas dalam pernikahan. Kadangkala tanpa kita tahu, seseorang bertahan karena ada sesuatu yang berharga baginya, melebihi dari dirinya sendiri. Meski tidak selalu, tapi kadangkala kebahagiaan harus diraih dengan pengorbanan terlebih dahulu."

"Mengapa harus melakukan pengorbanan? Ketika hanya ada salah satu pihak yang memperjuangkan? Bersusah payah...." suara Dzarwa lirih terdengar. 

"Itu sebuah optional Dzarwa. Kamu akan tahu bagaimana seseorang memutuskan sesuatu yang sulit dan tidak ingin dipilihnya, namun tetap ia pilih." Aku selonjorkan kaki sebentar.

"Akan ada masanya, kamu menemukan jawaban dari setiap pertanyaan yang hinggap di benakmu itu."

Timer mesin cuci berbunyi. Aku beranjak, semoga selepas ini tidak ada pertanyaan lanjutan lagi.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mamak

Rasa dan Kematiannya

Pada Putaran Waktu